Hai hai TemaNda! Pernah gak ngerasa yang namanya burnout dan berakhir marah-marah di depan anak. Padahal mungkin anak salahnya gak seberapa, tapi kita yang udah heboh sendiri marahnya. Baiknya jangan ya seperti itu, karena berdasarkan ilmu dan pengalaman, semua amarah itu terekam baik di alam bawah sadar anak. Tapi bagaimana yah kalau sering sekali susah kontrol dan mengelola emosi di depan anak?
Rupanya semua ini adalah skill atau keahlian yang perlu dilatih. Jadi kalau TemaNda mengalami hal yang sama, sini merapat. Kita akan bahas bareng bagaimana caranya kita bisa mengelola emosi di depan anak. Tentunya kita mau mengukir banyak kenangan indah dengan anak tanpa dicederai oleh emosi kita. Yuk kita bahas satu persatu.
Biasakan mendefinisikan emosi kita
Saat kita merasakan emosi negatif, seperti kesal atau marah, ada kalanya kita lupa dan terlarut dalam emosi tersebut. Sebagai Ibu, terkadang kita tidak memiliki waktu khusus untuk benar-benar sendirian untuk mengelola emosi tersebut. Tidak jarang lalu anak kita melihat Ibunya dalam keadaan unwell atau tidak baik-baik saja.
Sebelum bereaksi, kita bisa memulai dengan mendefinisikan emosi kita. Misalnya kita kesal karena keadaan rumah yang berantakan, akui, definisikan kekesalan tersebut sebagai rasa kesal dan kecewa. Kita bisa mulai dengan mengatakan dalam hati "Ah iya, aku lagi kesal karena rumah berantakan."
Lanjutkan dengan menenangkan diri
Setelah kita memahami dan mengakui apa yang kita rasakan sebagai emosi negatif, TemaNda bisa mulai menenangkan diri. Berhitung atau merubah posisi tubuh bisa dicoba untuk menetralisir emosi negatif.
Bila sudah lebih tenang, kita bisa kembali meihat baik-baik akar masalahnya, bila memungkinkan coba cari solusinya. Misalnya kembali kepada rumah berantakan, kita bisa memulai untuk merapikannya.
Kendalikan cara bicara
Biasanya seorang ibu seperti saya sangat rentan mengeluarkan terlalu banyak kata saat emosi negatif menyapa. Terutama saat anak-anak mulai tertular ibunya yang lagi tantrum. Biasanya dimulai dengan, "Kamu tuh kenapa sih...?" Pertanyaan yang jelas tidak dapat dijawab oleh anak terutama saat dalam kondisi terkejut. Kalau ada tanda-tanda akan jadi panjang, dicukupkan dengan bicara, "Ibu sedang merasa....."
Konfirmasi emosi yang dirasakan
Saat emosi kita memuncak sering kali anak merasa dirinya yang bersalah. Sekalipun kemarahan kita bukan dipicu oleh mereka. Bila kita membiarkan hal tersebut, kita akan membuat mereka meyakini apa yang mereka pikirkan. Oleh karena itu, sebaiknya kita mengonfirmasi emosi yang kita rasakan, informasikan. Kalau Mand biasanya bicara seperti ini, "Manda sedang merasa ingin marah-marah, kalian boleh di kamar sebelah dulu." atau setelahnya, "Tadi Manda marah karena lihat keyboard rusak, lain kali kalian hati-hati, karena...."
Jadi tekankan, emosi yang kita rasakan adalah tanggung jawab diri kita. Ingatkan kepada anak, bahwa kita tidak bisa mengubah apa yang orang lain rasakan, tapi kita bisa menentukan reaksi apa yang akan kita pilih. Marah dan tidak suka adalah bentuk emosi, tapi marah-marah dan tantrum adalah pilihan.
Peluk hangat dan ingatkan bahwa kita menyayangi mereka
Walaupun pengasuhan seolah menuntut seorang hidup hadir sebagai sosok yang sempurna, tapi sesungguhnya kesempurnaan itu tidak ada. Maka saat ideal yang kita pahami akhirnya terlanggar, maafkanlah diri kita. Selanjutnya minta maaflah kepada anak dan peluk hangat. Ingatkan kita selalu menyayangi mereka.
Latih, salah, ulangi lagi
Sekali lagi Manda ingatkan, salah itu hal manusiawi. Gunakan waktu untuk memperbaiki kesalahan. Karena pengasuhan adalah soal latihan, latihan, perbaiki, terus seperti itu sampai terbiasa. Belajar teori memang perlu, tapi menerapkan dan mengamalkannya dalam keseharian akan lebih berdampak.
Kuncinya, ingat YOLO! You Only Live Once! Kalau tidak melakukan dan memberikan yang terbaik saat ini. kapan lagi?
Add your comment